Langsung ke konten utama

BERITA 7

“Politik Bola Dan Bola Politik : Kemana Arah Tendangannya?”




Jakarta – Konstelasi politik di Indonesia pascareformasi 1998 bagi sebagian pihak diibaratkan seperti permainan sepak bola. Dinamika yang berkembang di lapangan seringkali berbeda dengan prediksi yang berkembang ataupun hasil akhir yang dicapai.
Hal ini mengemuka dalam bedah buku “Politik Bola dan Bola Politik : Kemana Arah Tendangannya?” karya Prof. Tjipta Lesmana yang digelar Bagian Perpustakaan Lembaga Administrasi Negara, di Kampus PPLPN LAN Pejompongan, Jakarta, Kamis (29/3). Selain menghadirkan Tjipta Lesmana, sejumlah pembicara lain yang turut membedah buku tersebut antara lain Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Iding Rosyidin dan pengajar kebijakan publik Deddy S Bratakusuma.
Tjipta Lesmana menyatakan bahwa pertandingan sepak bola tak jauh beda dengan pertandingan politik. Selain memerlukan kerja sama di semua sektor, hal lain yang dikejar adalah kemenangan di setiap pertandingan.
“Banyak persamaan tentu juga banyak perbedaan. Persamaannya pertama, keduanya mengejar kemenangan atau kekuasaan. Hanya saja sumber kekuasaannya berbeda. Sumber kekuasaan dari politik adalah legitimasi sedangkan sumber kekuasaan pada bola adalah expert (keahlian),” jelas Tjipta.
Hal lain yang juga penting untuk dilihat adalah perhelatan sepak bola dan politik selalu melibatkan histeria massa dalam skala massive. Meskipun arena yang digunakan sangat berbeda, khususnya luasannya. Namun perhelatan itu seringkali menyita perhatian publik apalagi jika sudah melibatkan fanatisme ataupun loyalitas.
Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Iding Rosyidin menilai hubungan politik dan dan bola layaknya hubungan antara dua manusia, kadang-kadang hubungannya amat mesra, dan di saat lain seringkali dinodai dengan perselingkuhan. Bola dipolitisasi sedemikian rupa untuk kepentingan-kepentingan politik.
“Yang di panggungnya bisa dikatakan hanya sekedar wayang saja, yang menentukan ada di belakang,” jelasnya.
Iding mengatakan, pertandingan politik dan bola diakuinya sama-sama tidak dapat diprediksi hasil akhirnya. Meski demikian, hal ini tidak menyurutkan munculnya komentator dan prediksi dari banyak pihak.
“Dalam politik, prediksi dilakukan oleh lembaga survey atau konsultan politik. Namun tidak hanya itu saja, banyak kandidat yang juga mendatangi ‘orang pintar’ untuk meraih simpati dan kemenangan. Sementara dalam pertandingan sepak bola, kalah dan menangnya suatu tim seringkali diidentikan dengan kutukan yang melekat pada klub tersebut. Apalagi jika klub itu klub papan atas dan selalu kalah di setiap pertandingan,” jelasnya.
Hal lain yang menarik untuk dikomparasikan dalam pertandingan politik dan pertandingan sepak bola adalah pertandingan politik seringkali menyisakan ruang konflik dan polarisasi kekuatan di antara para pendukung kandidat pasangan calon.
“Kalau dalam pertandingan Sepak Bola justru mampu menjadi pemersatu masyarakat meskipun ada juga konflik antar suporter. Namun Bola-lah yang dapat membuat orang tertawa dan menangis bersama-sama tanpa melihat agama, asal suku, dan status sosial. Dan bola bisa mengalahkan polarisasi politik. Dan itu mestinya yang perlu terus digaungkan. Nilai-nilai sportivitas, tidak mengenal perbedaan, justru menjadi nilai-nilai yang sangat penting untuk dibawa ke politik,” tegasnya.
Iding mengatakan, polarisasi kekuatan yang terjadi pascapilpres 2014 hingga sekarang menjelang Pilpres 2019 sudah saatnya diminimalisasi. Selain para elite harus memberikan pelajaran politik yang baik kepada masyarakat, polarisasi di level akar rumput seringkali bergerak  ke arah yang tidak sehat bagi demokrasi.
“Para elite politik sudah harus mulai menunjukkan bahwa etika politik itu harus dijunjung tinggi. Mari berdemokrasi secara sehat menuju demokrasi yang substantif dan tidak sekedar prosedural,” tutupnya. (rima/budiprayitno).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

Lembaga Administrasi Negara SEJARAH Lembaga Administrasi Negara didirikan dengan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1957 tertanggal 6 Agustus 1957 dan selanjutnya susunan organisasi serta lapangan tugasnya diatur dalam Surat Keputusan Perdana Menteri No. 283/P.M./1957. Pendirian Lembaga Administrasi Negara pada waktu itu terutama didorong oleh kebutuhan Pemerintah yang sangat mendesak akan pegawai negeri, lebih-lebih yang menduduki jabatan-jabatan pimpinan dalam aparatur pemerintah, akan kecakapan dan ketrampilan dalam bidang administrasi dan manajemen yang akan mendukung kemampuannya dalam melaksanakan tugasnya. Disamping itu sistem administrasi pemerintah yang pada saat itu masih berpangkal pada sistem administrasi peninggalan Hindia Belanda dan pemerintah bala tentara Jepang, kondisi seperti itu dirasakan tidak sesuai dengan kebutuhan administrasi pemerintah dalam negara Republik Indonesia yang merdeka. Oleh karena itu diperlukan adanya usaha penelitian dan p...

BERITA 5

Pelantikan Dewan Pengurus Merpati Putih Cabang LAN Jakarta – Dalam rangka menjaga kebugaran tubuh pegawai di lingkungan Lembaga Administrasi Negara (LAN) agar terhindar dari penyakit akibat gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat, seperti : hipertensi, kolesterol, asam urat serta gula darah, LAN membuka cabang bela diri Merpati Putih. Kepala Lembaga Administrasi Negara Dr. Adi Suryanto mengintruksikan kepada seluruh pegawai dilingkungan LAN untuk terus menjaga kebugaran tubuh dengan terus berolahraga dan makan yang bergizi. “Jika pegawainya sehat maka pelayanan kepada masyarakat dapat lebih optimal,” jelasnya saat Pelantikan Dewan Pengurus Cabang Khusus Merpati Putih di Aula Prof. DR. Agus Dwiyanto, MPA, Jakarta, Jumat (6/4). Kepala LAN mengatakan, bela diri Merpati Putih merupakan salah satu cabang olahraga beladiri yang dapat diikuti oleh seluruh  pegawai LAN tanpa batasan usia. Dalam kesempatan itu, Deputi Bidang Kajian Kebijakan, Dr. Muhammad Taufiq, Dea ...

BERITA 8

LAN Selenggarakan Konvensi Nasional Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Analisis Kebijakan Publik  Jakarta – Penyusunan standar kompetensi nasional bidang analis kebijakan publik memegang peran vital dalam rangka memenuhi kebutuhan analis kebijakan yang berkualitas di setiap instansi pemerintah. Standar kompetensi analis kebijakan juga penting di susun agar mampu memberikan status, ruang lingkup dan standar yang jelas bagi analis kebijakan sebagai sebuah profesi. Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Dr. Adi Suryanto, M.Si mengatakan, penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Bidang Analisis Kebijakan Publik merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki agar bangsa Indonesia memiliki kebijakan publik yang berkualitas. “Tentu kita semua tahu bahwa kebutuhan sumber daya manusia dengan kualifikasi kompetensi yang baik  merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap bangsa di dunia agar memiliki daya saing di era globalisasi. Kompetensi ...